Kegiatan sosialisasi pengelolaan SDG lokal di Provinsi Sumatera Selatan dilaksanakan di BPTP Provinsi Sumatera Selatan. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Komisi Daerah Sumber Daya Genetik (Komda SDG) Provinsi Sumatera Selatan yang telah terbentuk dan cukup aktif dalam kegiatan pengelolaan SDG di Provinsi Sumatera Selatan. Fungsi utama Komda SDG adalah untuk membantu Pemerintah Daerah (Pemda) dalam kegiatan pengelolaan SDG lokal. Selain itu, juga aktif dalam melakukan kegiataan inventarisasi dan identifikasi SDG lokal (spesifik) Provinsi Sumatera Selatan. Komda SDG ini juga diharapkan berperan aktif dalam merumuskan strategi pengelolaan SDG lokal, serta melakukan implementasi dan evaluasi terhadap metodologi yang tepat dalam mengelola dan memanfaatkan SDG lokal.
Dalam beberapa waktu terakhir, prioritas kegiatan yang dilakukan Komda SDG Provinsi Sumatera Selatan adalah melakukan pengembangan terhadap SDG yang telah diidentifikasi dan ditetapkan sebagai SDG lokal/spesifik. Selain itu, juga melakukan identifikasi untuk pendaftaran HKI terkait indikasi geografis. Salah satu SDG lokal yang sedang digarap oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Inovasi Daerah (Balitbangnovda) Sumatera Selatan untuk tujuan tersebut adalah duku Komering. Duku Komering mempunyai ciri khas rasa manis yang beda dibandingkan duku lain. Terlebih, duku khas ini dipanen di daerah Komering, yang merupakan salah satu kabupaten besar di Sumatera Selatan. Beberapa syarat terkait pendaftaran HKI tersebut saat ini sedang dilengkapi, mulai dari pemetaan varitas, penelitian zat didalam duku, hingga asal usulnya. Untuk keperluan tersebut, Komda SDG Provinsi Sumatera Selatan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk para peneliti dari Universitas Sriwijaya dan BPPT.
Selain duku Komering, dua SDG lokal yang diangkat sebagai topik bahasan dalam acara sosialisasi tersebut adalah kerbau rawa (kerbau Pampangan) oleh Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Selatan, dan gaharu oleh Balai Penelitian Kehutanan Palembang.
Kerbau rawa atau lebih dikenal sebagai kerbau pampangan merupakan spesies asli dan salah satu kekayaan plasma nutfah Sumatera Selatan dengan penyebarannya hanya meliputi Kecamatan Pampangan dan Kabupaten Banyuasin. Ciri khas kerbau rawa berkulit dan bulu warna hitam, kepala besar dan telinga panjang, tanduk pendek dan melingkar ke arah belakang, ambing berkembang baik dan simetris, badan berbentuk siku ke belakang, tempramen tenang dan relative tahan penyakit. Kerbau itu bias mencari makanan di dalam air.
Kegunaan ternak kerbau ini sebagian besar sebagai penghasil daging dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan sebagai ternak kerja. Sedangkan susu kerbau hanyalah produksi sampingan sesaat ketika kerbau itu sedang menyusui. Masyarakat Pampangan dan beberapa kecamatan di sekitarnya juga tidak terbiasa mengkonsumsi susu segar yang dihasilkan kerbau rawa, karena sifatnya yang tidak bias disimpan lama. Didaerah itu juga belum terdapat teknologi pengolahan hasil sebagai susu segar seperti pasteurisasi dan pengepakan. Ciri rasa susu kerbau dan kandungan lemak yang tinggi juga menyebabkan masyarakat kurang meminatinya. Karena itulah produksi susu kerbau di Sumatera Selatan lebih banyak berupa hasil olahan seperti gulo, puan, sagon puan, minyak kerbau dan dadih. Namun, hasil olahan dari susu kerbau itu baru dikenal oleh masyarakat Sumsel, dan popularitasnya semakin meredup sejalan dengan maraknya produk olahan dari ternak sapi.
Gaharu merupakan produk kehutanan yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi. Gaharu telah dikenal sejak ribuan tahun lalu dan diperdagangkan ke Timur Tengah oleh para pedagang India dan Indo-China. Gaharu yang dalam perdagangan internasional dikenal dengan sebutan agarwood, eaglewood, atau aloewood adalah produk . Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam bentuk gumpalan, serpihan atau bubuk yang memiliki aroma keharuman khas bersumber dari kandungan bahan kirnia berupa resin. Gaharu bukanlah nama tumbuhan, tetapi sebagai hasil dari pohon atau kayu tertentu. Pohon penghasil gaharu pada umumnya berasal dari famili Thymelaeaceae, dengan 8 genus yang terdiri dari 17 species pohon penghasil gaharu, yakni Aquilaria (6 species), Wilkstroamia (3 species), Gonystilus (2 species), Gyrinops (2 species), Dalbergia (1 species), Enkleia (1 species), Excoccaria (1 species), dan Aetoxylon (1 species).
Selain mengandung resin, gaharu juga mengandung essens yang disebut sebagai minyak essens yang dapat dibuat dengan ekstraksi atau penyulingan dari gubal gaharu. Essens gaharu ini digunakan sebagai bahan pengikat (fixative) dari berbagai jenis parfum, kosmetika, dan obat-obatan herbal. Selain itu, serbuk atau abu dari gaharu dapat digunakan sebagai bahan pembuatan dupa/hio dan bubuk aroma therapy, dan daun pohon gaharu bisa dibuat menjadi teh yang dapat membantu kebugaran tubuh.